Polda Kep. Bangka Belitung, Bid Humas – Jakarta, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Drs Suhardi Alius M.H mempersoal komitmen dan respon kepala daerah yang beragam dalam mencegah radikalisme dan terorisme.
“Ini saya laporkan agar Pak Sekjen Mendagri dan Ditjen Polhum yang membawahi Kantor Kesbangpol Provinsi yang ada hadir, bisa memberi catatan agar kepala daerah memberikan perhatian lebih besar bagi penanganan teroris,” katanya saat pelantikan pengurus Forum Koordinasi Pencegahan Teroris (FKPT) 32 provinsi, di Jakarta, Senin (17/2) malam.
Ia mencontohkan saat penanganan 75 deportan WNI yang mau masuk ke Suriah via Turki, BNPT bersama Kementerian Sosial melakukan deradikalisasi selama satu bulan.
Namun, menurut dia, pihaknya tak yakin deradikalisasi satu bulan bisa mengubah radikalisme 75 orang deportan Turki itu karena diduga sudah lebih lama terpapar, sehingga perlu ada pembinaan lanjutan di daerah.
Sayangnya, imbuh dia, respon berbagai daerah asal deportan itu berbeda-beda mulai dari hanya menjemput hingga membina mereka antara lain dari Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi.
Padahal sudah ada nota kesepahaman antara Mendagri dengan BNPT tahun 2018 dalam upaya penanganan kasus seperti itu.
“Perlu ada regulasi atau komitmen langsung operasional kepala daerah mulai provinsi, kabupaten-kota dalam mendukung peran BNPT dan FKPT,” tegasnya.
Contoh kedua, katanya terkait peran BNPT sebagai sarana identifikasi kearifan lokal dalam mencegah radikalisasi dan terorisme dengan menjadi penelitian sebagai ujung tombaknya.
Terkait hal ini, pihaknya sudah mengingatkan Banten sebagai daerah rawan berdasarkan penelitian BNPT.
Sayangnya, peringatan itu kurang direspon daerah dengan baik sehingga terjadi kasus penikaman Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto di Pandeglang, Banten, Kamis (10/10/2019).
“Saya laporkan kepada Pak Sekjen Mendagri Hadi Prabowo bahwa sejak dibentuk 2012, maka dalam sejarahnya baru kali ini dari 32 FKPT, 26 di antaranya dipimpin oleh Kepala Kantor Kesbangpol provinsi, tujuannya agar penanganan terorisme mendapat perhatian kelapa daerah,” ujarnya.
Jangan pernah lengah
Hasil penelitian 2019, menurut Suhardi, ada lima daerah yang sangat rawan terjadinya terorisme dan radikalisme, yakni Aceh, Riau, Sulawesi Tengah, Kalimantan Barat dan Jawa Timur.
“Tapi daerah lain jangan lengah. Jangan pernah berkata aman-aman saja, kami bebas dari radikalisme dan terorisme. Pasalnya, selama ada jaringan di situ ada potensi radikalisme dan terorisme,” katanya.
Banyak kasus, menurut dia, warga terpapar radikalisme dan terorisme dari belajar agama melalui “mbah google”, sehingga sangat penting menggali kearifan lokal dalam menumbuhkan imunitas terhadap paham radikalisme itu.
“Seandainya peran, RT, RW dan seluruh perangkat dan organisasi daerah berjalan baik, maka kasus radikalisme dan terorisme tidak bisa tumbuh, ini yang kita harap dari FKPT dan peran kepala daerah,” tegasnya.